Mohon ijin rekan-rekan ini gw dapet dari www.hukumonline.com, inget ga nih yang pernah ditanya sama pamenwas lhooo :
Perbedaan Pengaduan dengan Pelaporan
Ada tuduhan kasus penggelapan, tetapi
saat dilaporkan ke kepolisian pelaku bisa mengembalikan apa yang
dituduhkan. Tetapi, kasus masih terus berjalan sampai saat ini, tetapi
masih di pihak kepolisian dan sudah berlangsung tepat 1 tahun, karena
pihak pelapor tidak mau melakukan pencabutan perkara. Apakah perkara
tersebut masih dapat dilanjutkan? Padahal sudah 1 tahun di tangan pihak
kepolisian dan kebetulan teman saya mendapatkan panggilan lagi dari
penyidik.
Jawaban:
Dasar
hukum yang dipakai dalam kasus penggelapan yaitu Pasal 372 KUHP, yang berbunyi:
“Barangsiapa
dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah.”
Perkara penggelapan yang teman Anda lakukan merupakan suatu delik atau tindak pidana biasa dan bukan delik aduan. Menurut R. Tresna dalam buku Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang Penting, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte), bedanya adalah:
1. Pelaporan
dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan
hanya mengenai kejahatan-kejahatan, di mana adanya pengaduan itu menjadi
syarat.
2. Setiap
orang dapat melaporkan sesuatu kejadian, sedangkan pengaduan hanya
dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.
3. Pelaporan
tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, pengaduan di
dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaiknya merupakan syarat untuk
mengadakan penuntutan.
Karena
penggelapan bukan termasuk dalam delik aduan, maka walaupun barang yang
digelapkan telah dikembalikan, hal itu tidak dapat menjadi alasan
penghapusan hak penuntutan/peniadaan penuntutan atas delik tersebut. Hal
ini sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s/d Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana.
Sehingga, walaupun barang yang teman Anda gelapkan telah dikembalikan
oleh yang bersangkutan, dia tetap dapat dituntut dengan pasal
penggelapan. Namun, dengan adanya iktikad baik si pelaku, apabila ada
perjanjian perdamaian, hal itu dapat menjadi pertimbangan hakim dalam
memberikan putusan saat perkara tersebut diperiksa di pengadilan.
Mengenai
lamanya tindak pidana tersebut diproses pihak Kepolisian, hal pertama
yang dapat dilakukan yaitu mengajukan permintaan SP2HP (Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang ditujukan kepada
penyidik. Dengan adanya SP2HP maka teman Anda dapat mengetahui
perkembangan proses penyidikan.
Mengenai jangka waktu penyidikan pada tingkat kepolisian, tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), namun apabila teman Anda ditahan maka waktu penahanan diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Bila teman Anda tidak ditahan, maka jangka waktu penyidikan diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 2009 (“Perkap 12/2009”), jangka waktu batas penyelesaian perkara pada Pasal 31 ayat (2), yaitu :
“1. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
4. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.”
Tetapi, dalam Pasal 32 Perkap 12/2009 disebutkan bahwa:
“(1)
Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (1) penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik maka dapat
mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang
memberi perintah melalui Pengawas Penyidik.
(2)
Perpanjangan waktu penyidikan dapat diberikan oleh pejabat yang
berwenang setelah memperhatikan saran dan pertimbangan dari Pengawas
Penyidik.
(3) Dalam hal diberikan perpanjangan waktu penyidikan maka diterbitkan surat perintah dengan mencantumkan waktu perpanjangan.”
Dengan
demikian, menurut Perkap 12/2009,dapat disimpulkan bahwa walaupun
terdapat jangka waktu tertentu penyidikan pada tingkat kepolisian, namun
tetap saja jangka waktu itu dapat diperpanjang untuk waktu yang tidak
ditentukan secara konkret dalam Perkap tersebut.
Ada lagi nih biar lebih jelasnya :
Pada
dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan
pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan
perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.
Dalam
delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan
dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut
laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban
untuk memproses perkara tersebut.
Berbeda dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban).
Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya
kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu
perdamaian.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) (hal. 88) membagi delik aduan menjadi dua jenis yaitu:
a. Delik aduan absolut, ialah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan
seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan berikutnya,
332, 322, dan 369. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk
menuntut peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus
berbunyi: “..saya minta agar peristiwa ini dituntut”.
Oleh
karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut
paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus
dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya,
jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap
perzinahan (Pasal 284) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak
dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan
istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta)
jangan dilakukan penuntutan.
b. Delik aduan relatif, ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan
merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga
yang ditentukan dalam Pasal 367, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik
aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404,
dan 411. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk
menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang
bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan ini dapat dibelah.
Misalnya, seorang bapa yang barang-barangnya dicuri (Pasal 362) oleh
dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya
seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B tidak
dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini
harus bersembunyi: “,,saya minta supaya anak saya yang bernama A
dituntut”.
Untuk
delik aduan, pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan
sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika
bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika
bertempat tinggal di luar Indonesia (lihat Pasal 74 ayat [1] KUHP).
Dan orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan
tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan (lihat Pasal 75 KUHP).
Lebih lanjut Soesilo menjelaskan bahwa
terhadap pengaduan yang telah dicabut, tidak dapat diajukan lagi. Khusus
untuk kejahatan berzinah dalam Pasal 284, pengaduan itu dapat dicabut
kembali, selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang
pengadilan. Dalam praktiknya sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim
masih menanyakan kepada pengadu, apakah ia tetap pada pengaduannya itu.
Bila tetap, barulah dimulai pemeriksaannya.
Pada intinya, terhadap pelaku delik aduan
hanya bisa dilakukan proses hukum pidana atas persetujuan korbannya.
Jika pengaduannya kemudian dicabut, selama dalam jangka waktu tiga bulan
setelah pengaduan diajukan, maka proses hukum akan dihentikan. Namun,
setelah melewati tiga bulan dan pengaduan itu tidak dicabut atau hendak
dicabut setelah melewati waktu tiga bulan, proses hukum akan
dilanjutkan. Kecuali untuk kejahatan berzinah (lihat Pasal 284 KUHP), pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan.
Berbeda
dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses
apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak
pidana. Contoh delik aduan misalnya perzinahan (Pasal 284 KUHP), pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP), perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP), dan penggelapan/pencurian dalam kalangan keluarga (Pasal 367 KUHP). Menurut Pasal 75 KUHP orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan
Thanks, uraian surat diatas sangat membantu sekali.
BalasHapus